(1) Identifikasi peran gender laki-laki dan perempuan dalam konteks
sosial budaya di Indonesia. Apa yang seharusnya atau yang diharapkan
melekat pada diri laki laki dan perempuan;
(2) Apa yang menurut anda tidak adil dari peran gender laki laki dan
perempuan di Indonesia;
(3) Apa pendapat anda tenteng hipermaskulinitas dan
hiperfemininitas;
(4) Apakah anda nyaman dengan peran gender anda, atau lebih
spesifik, apakah anda nyaman dengan cara anda bertutur kata, berperilaku, dan
berpakaian. Kemukakan alasanya;
(5) Cari satu judul penelitian terkait dengan gender yang dimuat dalam
jurnal, lalu uraikan secara singkat hasil penelitian tersebut.
1. (NO 1) Indonesia
terdiri dari berbagai suku bangsa. Sebagian besar suku-suku di Indonesia masih
terdapat perbedaan peran gender yang kuat salah satu contohnya adalah suku
jawa. Di jawa gender laki-laki dianggap memiliki derajat dan martabat yang
lebih tinggi dibanding gender perempuan. Saat masih anak-anak anak laki-laki
akan dibiarkan bebas bermain diluar rumah, sedangkan anak perempuan tidak
sebebas anak laki-laki dalam bermain. Mereka punya tanggung jawab membantu ibu
mereka mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mencuci, dll. Hal
tersebut terkadang berlaku sampai mereka beranjak dewasa dimana laki-laki boleh
bebas menempuh pendidikan sejauh mungkin, dan bebas dalam mencari pekerjaan
karena itu merupakan kodrat laki-laki untuk menafkahi keluarganya kelak. Beda
dengan anak perempuan terkadang ada hambatan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi bahkan tidak sedikit orang tua yang menyuruh mereka
untuk menikah muda dan menjadi ibu rumah tangga saja. Beberapa orang tua disana
beranggapan bahwa anak perempuan yang belum bersuami tidak baik tinggal
jauh-jauh dari orang tua dan anggapan bahwa bukan kodratnya perempuan untuk
bekerja. Dalam pemilihan ketua/pemimpin dalam suatu organisasi dan sebagainya,
orang jawa cenderung akan mengutamakan calon laki-laki karena laki-laki dianggap
lebih rasional dalam berpikir dan karena sebagian orang jawa beragama islam
maka dalam ajaran islam pun disampaikan bahwa pemimpin itu diutamakan laki-laki
karena laki-laki lebih utama dari perempuan dan merupakan pemimpin bagi kaum
perempuan. Perempuan di suku jawa sedari kecil sudah diajarkan tentang adab
sopan santun baik dalam makan, berbicara, duduk, berpakaian dll, berbeda dengan
laki-laki yang terkadang masih serampangan. Anak perempuan juga sudah diajarkan
untuk patuh dan menuruti kata orang tuanya karena jika menolak maka orang tua
disana biasanya akan berdalih bahwa ia
anak durhaka dll. Anak perempuan juga harus patuh pada perintah suaminya kelak
karena suami dianggap sebagai imam yang membimbing mereka ke jalan yang lebih
baik.
2. (NO 2) Menurut
saya yang tidak adil adalah dimana ada batasan bagi kaum perempuan dalam
menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan dapat bekerja sesuai cita-cita. Di
daerah tempat tinggal saya banyak orang tua yang menyarankan mereka menikah
muda saja sehabis lulus SMA bahkan SMP. Apabila menolak maka akan dicap sebagai
anak durhaka,dll. Namun justru karena pernikahan dini ini banyak membawa dampak
negatif ketimbang positifnya. Mereka yang menikah muda rata-rata memiliki
hambatan pada kebutuhan ekonominya dan banyak yang berakhir dengan perceraian.
Lalu bagian yang tidak adil bagi kaum aki-laki sendiri saya kurang tahu karena
saya bukan laki-laki, akan tetapi kalau saya perhatikan lingkungan sekitar saya
dan kebetulan kakak saya adalah laki-laki bagian yang tidak adilnya adalah
kurangnya perhatian orang tua untuk anak laki-laki. Anak laki-laki biasanya
dituntut untuk mandiri di usianya yang seharusnya masih perlu bimbingan orang
tua karena anak laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar. Mereka kadang
juga kurang di pantau oleh orang tua mereka sehingga banyak yang terjerumus ke
pergaulan yang tidak sehat.
3. (NO 3) Menurut
saya hipermaskulinitas dan hiperfemininitas tidak selalu membawa efek negatif
namun juga ada efek positifnya misalnya untuk hipermaskulinitas yang mempunyai
harga diri yang tinggi maka mereka akan menempuh berbagai hal seperti
pendidikan, pekerjaan, dll untuk mencapai kebanggan dirinya, walaupun menurut
saya efek negatifnya lebih banyak karena bagaimanapun sesuatu yang terlalu
berlebihan itu tidak baik. Menurut saya, bagi hipermaskulinitas yang merasa
bahwa kekerasan merupakan suatu bentuk kejantanan, maka perlu dikurangi (
bahkan diobati ) karena bagaimanapun tidak ada wanita ‘sehat’ yang suka
dikasari baik dalam bentuk seksual dll. Lalu bagi hiperfemininitas yang suka
sangat bergantung pada laki-laki, menurut saya perlu dikurangi rasa
kebergantungannya supaya bisa menjadi lebih percaya diri dan mandiri.
4. (NO 4) Saat
ini saya sudah nyaman dengan gender saya sebagai perempuan ( walau saya tidak
suka dengan deskriminasi gender yang masih sering terjadi di berbagai tempat )
karna sedari kecil saya sudah diajari tentang adab sopan santun, adab makan
yang baik, berpakaian yang baik, cara duduk yang baik, dan tutur kata yang baik
sesuai adat anak perempuan jawa di tempat tinggal saya sehingga hal itu sudah
menjadi kebiasaan yang saya lakukan sehari-hari hingga sekarang tanpa saya
sadari dan tanpa adanya paksaan.
5. (NO 5) Judul
jurnal : ANALISIS GENDER PERAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI DINAS KEPENDUDUAKN DAN
PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANTUL TAHUN 2016.
Oleh : ditaria (
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta )
Uraian singkat :
Kepemimpinan yang
dipegang oleh perempuan mendapatkan respon positif oleh para anggota dan
staf-stafnya dimana mereka sangat terbuka dan menerima adanya sosok pemimpin
dari kaum perempuan. Mereka secara garis besar telah menerima persamaan gender
dalam hal jabatan dan mendukung adanya kepemimpinan yang dipegang oleh
perempuan yang membuktikan hasil kerja mereka tidak kalah berhasil dari
pemimpin laki-laki. Terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat perempuan
diterima sebagai pemimpin. Faktor penghambatnya salah satunya adalah
representasi agama dimana dalam agama dikatakan bahwa kedudukan laki-laki lebih
tinggi dari perempuan, dan walaupun perempuan menjabat sebagai pemimpin tetapi
imamnya tetap laki-laki. Faktor pendukung yang sangat berpeengaruh bagi penerimaan
perempuan sabagai pemimpin adalah adanya motivasi dan pendidikan yang tinngi.
0 komentar:
Posting Komentar